Semuntul Merangkul Mimpi (Sebuah Catatan Perjalanan)

on Minggu, 04 Maret 2012
Desa Sementul
Visitasi civitas akademika memang perlu untuk digalakkan. Terutama memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat pedesaan yang sulit untuk mengakses informasi kedunia luar. Sesuai dengan filosofi tridharma perguruan tinggi, penelitian, pendidikan dan pengabdian masyarakat. Untuk yang terakhir, hal itulah yang memotivasi sejumlah awak mahasiswa untuk mengunjungi desa Semuntul, Kecamatan Rantau Bayur, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. 
Awak mahasiswa yang dikomandoi oleh Pembantu Dekan III, Rd. M Ikhsan, SH., MH Sabtu, (3/3) 2011 melakukan visitasi ke Desa yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Seri Bangun tersebut. Kegiatan itu merupakan respon positif dari implementasi tri dharma perguruan tinggi. Menggunakan tiga buah speedboat, puluhan mahasiswa berangkat dari dermaga Talang Betutu menuju Dermaga Desa Semuntul. 
Tiga buah jukung (speedboat) yang kami tumpangi itu pun membelah arus sungai Musi yang bergerak dari hulu ke hilir. Tak ayal, sedikit goncangan ombak yang menghantam bibir jukung pun sempat membuat cemas. Selain karena standar keselamatan yang mesti dipenuhi bila menumpangi kendaraan yang beroperasi diatas air minim (seperti penyediaan jaket keselamatan/pelampung). Selain itu, ukuran jukung yang kecil dan lebar sungai Musi yang begitu luas sempat membuat cemas awak mahasiswa. 
Tantangan tentu tak hanya berhenti sampai disitu. Sampah sungai Musi yang mengambang diatas perairan sungai menambah tensi ketegangan menumpangi sebuah speedboat/jukung. Berkecepatan tak kurang dari 40 Km/Jam, jukung yang kami tumpangi tak ayal menabrak bongkahan kayu dan eceng gondok yang tumbuh subur di sungai Musi. Bahkan, jukung/speedboat yang kami tumpangi sempat mogok selama 15 menit lantaran mesin yang terlilit eceng gondok liar. 
Misteri sungai Musi dan budaya Sumsel yang masih mengenal mitos sempat menghinggapi pikiran yang begitu paranoid lantaran inilah untuk pertama kalinya menaiki sebuah moda transportasi air yang begitu kecil namun berkecepatan tinggi. Misteri antu banyu bahkan terngiang-ngiang. Pengaruh menonton film petualangan yang menampilkan adegan dramatis bertemu binatang raksasa seperti anaconda ataupun yang lainnya menambah paranoid kondisi pada saat itu.
Garis bibir sungai yang membelah wilayah daratan Sumsel itu pun memberikan sensasi tersendiri. Aroma pekat karet dan air sungai yang terkontaminasi limbah industri rumah tangga ataupun pabrik mewarnai perjalanan edukatif kami pada hari itu. Selain itu, satu hal yang kami dapatkan sepanjang perjalanan. Ditengah arus keras sungai Musi yang memberikan penghidupan bagi masyarakat disekitarnya, ditengah-tengah beridirnya pabrik-pabrik megah yang mencakar langit di pinggiran Sungai Musi ternyata masih ada warga masyarakat kita yang mesti hidup dalam kondisi sulit. Bahkan, sebelum sampai di Desa Semuntul terdapat banyak pemukiman warga di bantaran sungai yang masih tegolong dalam kondisi sulit. Tak terlihat, tiang-tiang listrik dengan kabel yang mengaliri rumah-rumah warga. Tak terlihat, mesin yang mengolah air tanah menjadi air bersih. Yang ada hanyalah gubuk kecil yang lapisan luar hanya diselimuti daun pandan. Sangat primitif. Menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan stakeholder terkait untuk bahu membahu mengankat harkat dan martabat bangsa. Jangankan untuk fasilitas standar perkampungan seperti sekolah, Pusat Kesehatan ataupun kantor administrasi kependudukan. Hal-hal yang sifatnya umumpun mereka tak mampu. 
Akan tetapi, sesampainya di dermaga Desa Semuntul. Semua kecemasan dan kekalutan yang mendera seketika sirna. Lantaran, melihat sambutan warga sekitar yang berkumpul di Masjid setempat begitu meriah. Puluhan siswa MTS/SMP, SMA/MA berkumpul di masjid yang menjorok kearah sungai sudah siap menyambut kedatangan kami. 
Desa kecil yang penduduknya rata-rata bekerja sebagai buruh tani dan nelayan itupun terkurung dalam dekapan akses informasi yang sulit. Kendati listrik sudah mengaliri rumah-rumah warga. Namun, menurut pengakuan warga arus listrik baru masuk selama dua bulan semenjak program PNMP 2011 digulirkan. Tepatnya, bulan desember silam menghantarkan warga dari kegelapan menuju terang benderang. Mereka diajak untuk melihat cakrawala dunia yang semakin jauh meninggalkan mereka. Kendati demikian, hal tersebut tak mengurangi semangat mereka dalam memperjuangkan nama desa dan keluarga. Terbukti, sudah banyak masyarakat asli Desa Semuntul yang sukses ditanah orang. Itu memberikan gambaran betapa kesulitan hidup justru memberi cambuk untuk mengangkat harkat diri menjadi lebih baik. 
Terbatasnya fasilitas yang terdapat di Desa Semuntul tak membuat warga patah arang. Peran serta pemerintah setempat untuk menyetarakan kehidupan warga mulai dilakukan. Tapi memang, sebagian warga yang tinggal masih tergolong lemah secara ekonomi. Tampak, deretan rumah warga khas rumah panggung yang fondasinya berupa kayu reot masih tetap digunakan. Kendati hal tersebut tak terlalu berpengaruh, namun kesenjangan ekonomi diwilayah kecil pedalaman tersebut terlihat sangat kentara. Masih tampak rumah-rumah warga yang dilapisi jerami. Namun, tak banyak rumah-rumah warga yang telah dibangun secara permanen dengan material semen dan batubata. Tak jauh berbeda, salah satu sekolah yang kami sambangi, SD Negeri 5 Rantau Bayur setali tiga uang. Berdiri diatas lahan basah, membuat bangunan sekolah mesti didirikan dengan menggunakan turap-turap penyangga. Bahkan, lantai yang digunakan pun masih berupa lantai kayu. Paling tidak, pasokan listrik telah masuk ke Desa ini. Bahkan, payment point yakni pembayaran listrik secara personal pun sudah dimiliki warga. Hasil pengamatan kami, terdapat dua titik payment point pembayaran listrik untuk wilayah Desa Sementul.
Jangan tanya tentang akses hiburan disana. Televisi boleh jadi merupakan primadona hiburan favorit bagi masyarakat Desa Sementul. Paling tidak, untuk akses kesehatan Desa ini dapat dikatakan lumayan baik. Terdapat satu puskesmas dan satu pos kesehatan Desa yang berdiri di Desa Sementul. Masyarakat Desa jelas terbantu dengan masuknya program PNPM yang berimplikasi pada peningkatan kualitas hidup. Kendati, Desa Sementul Kec.Rantau Bayur merupakan wilayah Banyuasin Perairan, yang batas-batas wilayahnya dikelilingi oleh aliran sungai dan hamparan sawah. Tampak, beberapa unit motor terparkir diwilayah yang hanya dilalui ruas jalan kecil berukuran 1,5 meter. Walaupun,sulit bagi masyarakat untuk menempuh akses darat yang mudah menembus batas wilayah. Paling tidak, masyarakat setempat sudah berpikir maju dengan membeli sepeda motor dalam mendukung aksesifitas mereka dalam menekuni pekerjaan sehari-hari. Kedatangan kami dalam menyosialisasikan pendidikan dan beasiswa di Desa Sementul ini pun paling tidak memberikan harapan bagi warga masyarakat setempat dan terkhusus kepala Desa setempat yang menginginkan nama Desanya menjadi lebih bermartabat. Tampak, sinaran cahaya harapan dari setiap siswa-siswa sekolah yang menghadiri kegiatan tersebut. Bahkan, orang-orang tua, ibu-ibu berkumpul layaknya menyaksikan agenda akbar Desa. Namun itulah, ditengah-tengah keterbatasan mereka dalam menggapaik akses informasi dan komunikasi global, anak-anak Desa Sementul memiliki potensi besar dalam meneruskan estafet kepemimpinan negeri. Ingat, sejarah mengatakan bahwa pemimpin besar di negeri ini lahir dari komunitas masyarakat terbelakang.

1 comments:

Anonim mengatakan...

PERLU DI RALAT SEDIKIT BUKAN KECAMATAN SERI BANGUN TP KEC RANTAU BAYUR.HASIL PEMEKARAN DARI KECAMATAN BANYUASIN III.THANKS.FOR ANDHI