Blog Dunia Axis |
Semenjak Internet pertama kali
diintrodusir secara global pada abad
ke-20 akhir, hingga menjelang abad ke-21 dasawarsa pertama, internet
seolah mengalami pergolakan teknis yang mencapai puncaknya. Semenjak Tim
Banners Lee, memperkenalkan domain www (world
wide web) sebagai sarana mengunjungi sebuah situs yang berisi informasi,
tak ayal perkembangan tersebut meluas hingga ke penjuru dunia. Masyarakat, yang
tidak tahu apa-apa mengenai sebuah hal dapat menjadi tahu dengan hanya mengklik
www(dot)namasitus(dot)com pada URL software penyedia akses internet.
Bahkan, keberadaan sebuah situs
peneydia informasi menjadi efisien dengan ketersediaan mesin pencari (Search Engine) seperti Google, Yahoo
dsb. Masyarakat, semakin mudah dalam menggapai suatu informasi secara aktual,
cepat tak menyoal dari belahan dunia manapun. Perkembangan internet jelas
memengaruhi kultur dunia, informasi tak harus disebarkan melalui jaringan
konvensional dengan mengirim data/paket dalam bentuk fisik. Melalui surel (Electronic Mail) setiap orang dapat
berinteraksi secara bebas tanpa perlu membuang-buang uang untuk mengirimkan
data/paket tersebut kepada orang yang dituju, serta dapat dilakukan dimana saja
dan kapan saja.
Bahkan, bagi masyarakat yang sulit
untuk mendapatkan aksesifitas internet lantaran dirumah tak memiliki jaringan
broadband internet yang terhubung melalui telepon ataupun wi-fi, di Indonesia
kini hal tersebut bukan lagi menjadi persoalan. Bisa anda perhatikan, disetiap sudut
komplek perumahan, pusat keramaian, terdapat satu jenis warung internet
penyedia layanan internet. Warung internet (Warnet) di Indonesia kini bahkan
menjadi lahan bisnis yang cukup menjanjikan lantaran tingginya permintaan
masyarakat akan ketersediaan layanan informasi melalui internet serta pola
kerja elektronik yang hingga kini terus digalakkan. Sebagaimana “e” dalam
beberapa objek kerja (e-bussines,
e-learning, e-government), sangat membantu peranan masyarakat dalam
mewujudkan basis masyarakat sadar internet dan berintelektualitas tinggi.
Disamping PC (Personal Computer)
yang dulu menjadi primadona dalam mengakses internet, dunia kini seolah menjadi
mini dengan saduran layanan broadband futuristic yang dapat diperoleh melalui
ponsel. Banyak vendor-vendor ponsel papan atas dunia bahkan ‘mengandalkan’
fitur layanan internet dengan fasilitas GPRS, Edge, 3G ataupun HSDPA
berkecepatan tinggi dalam memasarkan produknya. Hal tersebut semakin kompleks
dengan banyaknya vendor-vendor ponsel lokal yang memasarkan produk dengan harga
‘Indonesia’ melalui dukungan fitur canggih sekelas vendor ponsel papan atas
dunia.
Internet
bahkan menyeka paradigma masyarakat akan persoalan akses informasi layanan yang
bebas tanpa batas. Tentu sangat beralasan bagi orang tua untuk khawatir dengan
progresifitas perkembangan internet yang begitu ekstrim dengan segala inovasi
yang muncul setiap harinya. Namun, semua itu dapat diatasi bila orangtua
responsif dan memahami alur berpikir anak yang tengah labil. Orangtua harus
proaktif dalam memainkan peran sebagaimana layaknya orangtua. Orangtua jangan
gaptek (gagap teknologi) dengan rentetan arus informasi yang terbuka lebar,
termasuk situs-situs penyedia layanan tak pantas untuk anak-anak. Orangtua
justeru harus lebih pintar dari anak. Memang, anak punya cara sendiri untuk
mengelabui orangtua. Namun, semua itu bisa direstriksi dengan edukasi moral
yang diberika orangtua kepada sang anak.
Tren-nya
kini, masyarakat tengah didera arus jejaring sosial sebagai wahana yang
tersedia dalam taman hiburan internet. Marc Zuckerberg boleh jadi orang yang
patut untuk dipersalahkan atas gagasannya mendirikan Facebook.inc. hampir
setiap remaja didunia ini memiliki akun Facebook sebagai sarana saling sapa
interkoneksi antar bangsa. Melalui Facebook bumi yang besar itupun dibuat
sangat kecil dengan segala atribut yang mengatribusikannya. Hanya dengan
melakukan registrasi secara gratis tanpa melakukan pembayaran, setiap orang
bahkan dapat ‘menyentuh’ dunia yang selama ini dianggapnya sebagai dunia yang hilang.
Tak ayal, pengalaman pribadi penulis bahkan menyeka segala gunjingan masyarakat
akan eksistensi Facebook yang banyak meminta tumbal tersebut.
Namun,
semua itu kembali kepada individu (user) yang menggunakan internet dan jejaring
sosial itu sendiri. manfaat besar
internet dengan optimalisasi yang postif jelas sangat membantu efektifitas
waktu yang kita luangkan untuk berselancar di dunia maya. betapa, arus
informasi yang begitu terbuka lebar dapat kita jadikan sebagai sarana menambah
wawasan kita yang terbatas. Kultur dan tren masyarakat yang pro-internet saat
ini membuat banyak orang ketergantungan menyalurkan data/informasi ke
situs-situs yang dapat diraih dengan fasilitas internet. dunia yang hilang itu
pun seolah kita temukan. Siapa yang bisa mengelak, betapa situs di internet
banyak diisi oleh hal-hal yang jarang banyak orang ketahui. Sebut saja
komunitas GLBTI, pergerakan marxisme, jaringan leninisme, atau bahkan
gerakan-gerakan separatis dan pengancama stabilitas dunia seperti Al-Qaeda dsb
dapat ditemukan melalui internet. hal-hal diatas memang banyak orang anggap
sebagai sesuatu yang hilang, namun internet memperantarai kita untuk menemukan
dunia yang hilang, termarjinalkan itu untuk dapat menjadi bahagian bagi kita
kalangan masyarakat dunia.
Kita
harus menyadari dan mengakui bahwa hal-hal tersebut memang ada. Cobalah
berpikir, kira-kira apa hal-hal yang kita anggap irasional dan tidak lazim kita
temui atau rasakan dalam lingkungan sekitar kita tetapi hal tersebut justru
eksis di dunia maya ? jawabannya, banyak. Contoh kecil diatas adalah gambaran
kecil mozaik dunia yang hilang yang dapat kita ketemukan melalui internet.
maka, berusahalah mengatasi tragedi “The Lost World” melalui aktif berselancar
di dunia. Siapa yang tahu apabila sebelumnya gerakan ‘Koin Untuk Prita’ bisa
selebar khatulistiwa bila tidak menggunakan internet. lantas, siapa yang sadar
bila gerakan melati revolusi Mesir justru berawal dari internet ? semua itu
adalah tragedy “The Lost World” yang harus kita atasi agar kita tidak menjadi
penghuni ‘The Lost World” itu sendiri. Jangan sampai kita menjadi kucil dengan
sekatan yang terbuka lebar bagi dunia beserta isinya.