Mengatasi tragedi ‘The Lost World’ dengan Internet

on Minggu, 29 Januari 2012
Blog Dunia Axis
Semenjak Internet pertama kali diintrodusir secara global pada abad  ke-20 akhir, hingga menjelang abad ke-21 dasawarsa pertama, internet seolah mengalami pergolakan teknis yang mencapai puncaknya. Semenjak Tim Banners Lee, memperkenalkan domain www (world wide web) sebagai sarana mengunjungi sebuah situs yang berisi informasi, tak ayal perkembangan tersebut meluas hingga ke penjuru dunia. Masyarakat, yang tidak tahu apa-apa mengenai sebuah hal dapat menjadi tahu dengan hanya mengklik www(dot)namasitus(dot)com pada URL software penyedia akses internet.
Bahkan, keberadaan sebuah situs peneydia informasi menjadi efisien dengan ketersediaan mesin pencari (Search Engine) seperti Google, Yahoo dsb. Masyarakat, semakin mudah dalam menggapai suatu informasi secara aktual, cepat tak menyoal dari belahan dunia manapun. Perkembangan internet jelas memengaruhi kultur dunia, informasi tak harus disebarkan melalui jaringan konvensional dengan mengirim data/paket dalam bentuk fisik. Melalui surel (Electronic Mail) setiap orang dapat berinteraksi secara bebas tanpa perlu membuang-buang uang untuk mengirimkan data/paket tersebut kepada orang yang dituju, serta dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Bahkan, bagi masyarakat yang sulit untuk mendapatkan aksesifitas internet lantaran dirumah tak memiliki jaringan broadband internet yang terhubung melalui telepon ataupun wi-fi, di Indonesia kini hal tersebut bukan lagi menjadi persoalan. Bisa anda perhatikan, disetiap sudut komplek perumahan, pusat keramaian, terdapat satu jenis warung internet penyedia layanan internet. Warung internet (Warnet) di Indonesia kini bahkan menjadi lahan bisnis yang cukup menjanjikan lantaran tingginya permintaan masyarakat akan ketersediaan layanan informasi melalui internet serta pola kerja elektronik yang hingga kini terus digalakkan. Sebagaimana “e” dalam beberapa objek kerja (e-bussines, e-learning, e-government), sangat membantu peranan masyarakat dalam mewujudkan basis masyarakat sadar internet dan berintelektualitas tinggi.
Disamping PC (Personal Computer) yang dulu menjadi primadona dalam mengakses internet, dunia kini seolah menjadi mini dengan saduran layanan broadband futuristic yang dapat diperoleh melalui ponsel. Banyak vendor-vendor ponsel papan atas dunia bahkan ‘mengandalkan’ fitur layanan internet dengan fasilitas GPRS, Edge, 3G ataupun HSDPA berkecepatan tinggi dalam memasarkan produknya. Hal tersebut semakin kompleks dengan banyaknya vendor-vendor ponsel lokal yang memasarkan produk dengan harga ‘Indonesia’ melalui dukungan fitur canggih sekelas vendor ponsel papan atas dunia.
                Internet bahkan menyeka paradigma masyarakat akan persoalan akses informasi layanan yang bebas tanpa batas. Tentu sangat beralasan bagi orang tua untuk khawatir dengan progresifitas perkembangan internet yang begitu ekstrim dengan segala inovasi yang muncul setiap harinya. Namun, semua itu dapat diatasi bila orangtua responsif dan memahami alur berpikir anak yang tengah labil. Orangtua harus proaktif dalam memainkan peran sebagaimana layaknya orangtua. Orangtua jangan gaptek (gagap teknologi) dengan rentetan arus informasi yang terbuka lebar, termasuk situs-situs penyedia layanan tak pantas untuk anak-anak. Orangtua justeru harus lebih pintar dari anak. Memang, anak punya cara sendiri untuk mengelabui orangtua. Namun, semua itu bisa direstriksi dengan edukasi moral yang diberika orangtua kepada sang anak.
                Tren-nya kini, masyarakat tengah didera arus jejaring sosial sebagai wahana yang tersedia dalam taman hiburan internet. Marc Zuckerberg boleh jadi orang yang patut untuk dipersalahkan atas gagasannya mendirikan Facebook.inc. hampir setiap remaja didunia ini memiliki akun Facebook sebagai sarana saling sapa interkoneksi antar bangsa. Melalui Facebook bumi yang besar itupun dibuat sangat kecil dengan segala atribut yang mengatribusikannya. Hanya dengan melakukan registrasi secara gratis tanpa melakukan pembayaran, setiap orang bahkan dapat ‘menyentuh’ dunia yang selama ini dianggapnya sebagai dunia yang hilang. Tak ayal, pengalaman pribadi penulis bahkan menyeka segala gunjingan masyarakat akan eksistensi Facebook yang banyak meminta tumbal tersebut.
                Namun, semua itu kembali kepada individu (user) yang menggunakan internet dan jejaring sosial itu sendiri.  manfaat besar internet dengan optimalisasi yang postif jelas sangat membantu efektifitas waktu yang kita luangkan untuk berselancar di dunia maya. betapa, arus informasi yang begitu terbuka lebar dapat kita jadikan sebagai sarana menambah wawasan kita yang terbatas. Kultur dan tren masyarakat yang pro-internet saat ini membuat banyak orang ketergantungan menyalurkan data/informasi ke situs-situs yang dapat diraih dengan fasilitas internet. dunia yang hilang itu pun seolah kita temukan. Siapa yang bisa mengelak, betapa situs di internet banyak diisi oleh hal-hal yang jarang banyak orang ketahui. Sebut saja komunitas GLBTI, pergerakan marxisme, jaringan leninisme, atau bahkan gerakan-gerakan separatis dan pengancama stabilitas dunia seperti Al-Qaeda dsb dapat ditemukan melalui internet. hal-hal diatas memang banyak orang anggap sebagai sesuatu yang hilang, namun internet memperantarai kita untuk menemukan dunia yang hilang, termarjinalkan itu untuk dapat menjadi bahagian bagi kita kalangan masyarakat dunia.
                Kita harus menyadari dan mengakui bahwa hal-hal tersebut memang ada. Cobalah berpikir, kira-kira apa hal-hal yang kita anggap irasional dan tidak lazim kita temui atau rasakan dalam lingkungan sekitar kita tetapi hal tersebut justru eksis di dunia maya ? jawabannya, banyak. Contoh kecil diatas adalah gambaran kecil mozaik dunia yang hilang yang dapat kita ketemukan melalui internet. maka, berusahalah mengatasi tragedi “The Lost World” melalui aktif berselancar di dunia. Siapa yang tahu apabila sebelumnya gerakan ‘Koin Untuk Prita’ bisa selebar khatulistiwa bila tidak menggunakan internet. lantas, siapa yang sadar bila gerakan melati revolusi Mesir justru berawal dari internet ? semua itu adalah tragedy “The Lost World” yang harus kita atasi agar kita tidak menjadi penghuni ‘The Lost World” itu sendiri. Jangan sampai kita menjadi kucil dengan sekatan yang terbuka lebar bagi dunia beserta isinya.    

1 comments:

Unknown mengatakan...

sipp.. sukses:)