Media Center SEA Games berdiri megah |
Banyak pihak bersyukur, Indonesia
terpilih menjadi host pesta olahraga
terbesar se-Asia Tenggara ke-26 pada 2011. Sementara dilain pihak terus
bergolak dengan rentetan aksi dan demonstrasi yang menentang pagelaran akbar
tersebut dihelat di Palembang. Namun, dengan beragam komplikasi yang mendera
sukan ke-26 tahun 2011 shahih berlangsung tatkala opening ceremony pada 11-11-11 yang kebanyakan orang dijadikan
sebagai angka sakral resmi dibuka oleh orang nomor satu seantero negeri, Susilo
Bambang Yudhoyono.
Angka 11-11-11 sengaja dipilih
pihak panitia (Inasoc,pen) sebagai
pintu gerbang Asean melihat Palembang sebagai salah satu tuan rumah pagelaran
akbar olahraga terbesar di Asia Tenggara. Namun, tak ada penjelasan ilmiah yang
diurai dan dipaparkan menjadi satu fakta konkrit kenapa 11-11-11 ini menjadi
begitu sakral bagi sebagian orang. Tak jarang, banyak orang melakukan satu
peristiwa irasional dalam menyambut penanggalan Georgia tersebut. Tetahunan yang
kerap memunculkan konfigurasi angka senada pada hari, bulan dan tahunnya ini
menjadi vonis tersendiri betapa kemunculan angka senada akan berimplikasi pada
satu hal yang positif.
Tak jauh berbeda dengan
kebanyakan orang. Acara sekaliber SEA Games pun pemilihan angka senada dalam penanggalan
Georgia seolah menjadi signifikansi yang berimplikasi positif terhadap
keberlangsungan acara. Interrelasinya yang irasional kerap menjadi bumbu
kesuksesan berlangsungnya sebuah acara yang dihelat pada konfigurasi
penanggalan. Sebagai penguak asumsi diatas, perhelatan Olimpiade Beijing 2008
yang dihelat pada 08-08-08 menjadi enerji positif yang mampu mengangkat moral
atlet Cina dalam mengusung tema, Juara Umum!. Walhasil, entah hanya sebuah
kebetulan belaka ataukah memang konfigurasi penanggalan menjadi magnet
tersendiri mampu memberikan semacam cakra
bagi atlet Cina hingga mimpi melampaui hegemoni Amerika Serikat dalam pesta
olahraga sejagat terwujud. Fenomenal.
Itu tadi Cina. Jauh ribuan mil
melewati laut Cina Selatan terdapatlah sebuah Negara yang katanya dianugerahi
kekayaan alam melimpah ruah lantaran dilewat garis ekuator yang membuat
topografi Negara ini menjadi sangat indah nan perawan. Statistik demografi yang
potensial (berdasarkan sensus penduduk terakhir bencana demografi Indonesia
pada rentang usia muda mengalami peningkatan signifikan), hingga kalkulasi
peningkatan ekonomi tercepat didunia (data Bank Dunia yang memaparkan 7 negara
yang bakal mendorong perekonomian dunia sebelum 2025 antara lain, Cina, Indonesia, India, Brazil, Rusia, Korea
Selatan) membuat Negara ini secara statistik sangat kaya dan potensial. Namun,
secara realistik pola gradasi tak akan selalu berbanding lurus.
penunjukan Indonesia selaku tuan
rumah dipahami akan banyak menuai rentetan problematic lantaran pra-perheletan
SEA Games ini ditabuhkan sudah banyak bumbu-bumbu tak sedap yang menyelimuti. Mulai
dari kasus Wisma Atlet yang mendorong anggota DPR Fraksi P-Demokrat, Nazaruddin
mendekam dibalik jeruji besi hingga molornya pembangunan arena SEA Games yang
morat-marit. Tak ayal, banyak wartawan dari penjuru dunia menyatakan bahwa SEA
Games ke-26 terkesan semenjana.
Kita tentu tak bicara soal statistic
ataupun asumtif. Kroscek lapangan atas statement pedas wartawan Filipina yang
mengutarakan keluhannya dalam perhelatan SEA Games ini perlu dilakukan. Sebulan
sebelum pagelaran, arena SEA Games dibeberapa titik memang memrihatinkan. Tengok
saja, beberapa titik hingga hari-H pelaksanaan SEA Games terlihat gundukan
tanah merah dan sampah abadi areal rawa-rawa yang menggunung. Inasoc tentu bergerak
cepat, langkah pragmatis dilakukan.memutar akal ditengah waktu yang kian mepet
dilanjutkan. Tumpukan tanah, sampah yang menggunung, rumah-rumah kumuh
dipinggiran bilangan K.H Bastari ditutup dengan triplek berbalutkan spanduk
pernak-pernik SEA Games. Sepanjang jalan bilangan K.H. Bastari ditutupi
spanduk-spanduk SEA Games demi menutup-nutupi kota sang penyelenggara SEA
Games. Tak hanya itu, menyoal kemiskinan yang bergulir di wilayah yang dulunya
dikenal sebagai daerah tempat jin buang
anak ini tampak jelas ditampilkan dalam layar lebar SEA Games. Segregasi social
masyarakat Palembang menjadi tema utama SEA Games 2011 ini. tak ayal, slogan
SEA Games United and Rising (Bersatu
dan Bangkit) menjadi suksesor tersendiri atas gembar-gembor tri sukses Kota
Palembang pasca SEA Games.
Masyarakat disekitaran Jakabaring
yang terkenal dengan wilayah kumuh diharapkan mampu menumbuh kembangkan industri
kreatif. Namun, bak diujung tanduk nasib sebagian warga Jakabring diseputaran
kompleks olahraga megah di Palembang membisu. Seolah iri dengan suka cita
tetangga sebelah yang bersorak sorai dengan dunianya, sementara dirumah sendiri
warga kawasan kumuh jakabaring harus tetap bergulat dengan kerasnya zaman
sembari memikirkan “besok makan apa”.
Ironi, karunia Tuhan kepada
Indonesia ternyata tak mampu membuat warga sejahtera kehidupannya. Mereka bukan
tak mampu membela atlet dibawah panji bumi pertiwi. Namun, mereka harus survive memikirkan urusan perut yang tak
kenal kompromi. Lantas, dengan berakhirnya pagelaran SEA Games yang sebagian
besar media menyebutnya spektakuler mampu menggiring mereka keluar dari
kemiskinan. Ingat, tri sukses SEA Games, Sukses Penyelenggaraan, Sukses Prestasi,
Sukses Ekonomi. Berani jaminkah
pemerintah Sumsel mengangkat mereka keluar dari kawasan kumuh Jakabaring dengan
kenyang dan suka cita yang mereka bawa.
Kita lihat nanti. Suksesi SEA
Games yang berdampak langsung bagi mereka apakah butuh waktu 1 Bulan, 1 Tahun,
5 Tahun, 10 Tahun atau tidak. Kelak nantinya, tri sukses SEA Games ini menjadi
jargon dari prasasti semata.
0 comments:
Posting Komentar