Akhir-akhir ini negara tempat kita berpijak, Indonesia tak henti-hentinya
diterpa bencana demi bencana yang meluluh lantakan ‘muka’ negeri ini. Selain
peristiwa-perisitiwa alam yang memang sudah menjadi takdir Tuhan yang tak dapat
dielakkan lagi. Buruknya sistem politik di negeri ini juga aktif memberikan
sumbangsihnya menjadi donatur terbesar dalam rangka mengkacau balaukan tatanan
negara Indonesia.
Sederet
kasus yang sempat menjadi fokus utama media dalam pemberitaannya, sebut saja
aliran dana bailout Bank Century yang menyeret kalangan pucuk menteri
dan nama besar lainnya dalam kasus ini. Ditahannya mantan ketua KPK, Antasari
Azhar yang diduga menjadi otak dibalik meninggalnya Nasruddin dan keterlibatan
dirinya dalam cinta segitiga dengan wanita berinisial RN. Lanjut, adanya
indikasi mafia peradilan dalam tubuh institusi penegakan hukum di Indonesia.
Dan yang paling fenomenal adalah, pengakuan Susno Duadji yang menyeret Bigfish
mafia pajak dalam tubuh Ditjen Pajak, Gayus HP Tambunan.
Gayus
Halomoan Partahanan Tambunan, pria kelahiran Jakarta 31 tahun silam ini menjadi
news maker paling fenomenal pemberitaannya di media-media lokal dan
nasional, bahkan Internasional. Tercatat, banyak kasus Gayus yang kini menjadi
sorotan media massa, terlebih ditinjau dari adanya keterlibatan sejumlah elit
dalam setiap kasus Gayus yang ia perankan.
Pria
berbadan tambun itu (sesuai namanya ‘Tambunan’), yang ‘hanya’ bekerja sebagai
pegawai negeri ditjen pajak golongan III/a ini kiprahnya juga tak sefenemonal
sekarang. Tak ada hingar-bingar yang memberitakan bahwa dirinya adalah seorang
yang besar. Upeti yang ia hasilkan sebagai pegawai ditjen pajakpun Cuma sebesar
12,1 juta perbulannya. Sebenarnya, gaji yang ia terima itu cukup untuk
membiayai keluarga kecilnya yang sebelum singgah dirumah super mewah yang ia
miliki di daerah Kelapa Gading itu, dasar sing orangna wae. Manusia
memang tidak pernah puas ! barulah dirinya menjadi fokus pemberitaan media
tatkala nama dirinya masuk dalam pencatutan sejumlah nama-nama yang disangsikan
oleh Susno Duadji menjadi aktor mafia di perpajakan.
Awal
karir Gayus menjadi bak selebriti yang terus dicecar dan disorot dimulai dengan
terkuaknya isu yang beredar ‘ada main’ dalam tubuh institusi perpajakan kita
itu. Direktorat Pajak disinyalir banyak menghasilkan produk-produk mafia yang
cukup mumpuni untuk melumpuhkan stabilitas kas keuangan negara. Karena, pajak
adalah salah satu dari penghasilan terbesar yang diraup Indonesia selain fee
ekspor/impor dan hibah/bantuan dari luar negeri.
Diawali
dengan sebuah rapat dengar pendapat yang dilaksanakan oleh Komisi III DPR RI
kepada Susno Duadji, dirinya bersaksi bahwa Ditjen Pajak sudah tidak bersih
lagi dalam artian kredibilitas yang mulai runtuh. Hal ini ia ungkapkan lebih
lanjut, adanya bibit-bibit blowfish yang menjamur didalam tubuh
institusi tersebut. Terkait masalah ini, Susno menyertakan sejumlah asumsi
bahwa seorang Gayus telah ‘menilep’ duit rakyat yang dalam laporan PPATK
nominal yang disebutkan mencapai 38 Milyar Rupiah disertai dengan uang dollar
Amerika yang jumlahnya ribuan dollar. Tak pelak, hal ini mendapat perhatian
sejumlah intitusi terkait yang memiliki otoritas untuk mengurusi sejumlah
kesaksian mantan Komisaris Jendral (Komjen) Polri itu.
Inilah muqaddimah lembaran kisah novel fiksi Gayus dimulai.
Adanya konspirasi demi konspirasi yang Gayus kreasikan semakin menambah ruwet
permasalahan yang ada. Ramainya pemberitaan seorang Gayus dimedia, diperparah
dengan konstelasi dibalik ‘memarnya’ institusi yang telah terkontaminasi oleh
Syndrome seorang Gayus.
Kontroversi kepergian dirinya ke Bali tak dipungkiri mampu menyedot sorotan
media akhir-akhir ini. Gayus bukan lagi rakyat jelata yang meronta-ronta kepada
pemerintah, dirinya berevolusi bak jetsetter yang tindak-tanduknya
selalu disorot media. Tak pelak, sejumlah kalangan berasumsi bahwa ada motif terselubung
dibalik kepergian Gayus ke Bali. Meskipun, dalam kesaksiannya di muka peradilan
(sambil menangis), dirinya menyebutkan bahwa kepergiannya singgah ke Bali
cuma demi menjenguk sang istri dan anak yang telah lama ia tinggalkan. Namun,
kalangan teknokrat tak begitu saja percaya apa yang telah dilontarkan oleh
Gayus. Alih-alih untuk membela diri, Hendardi (Presidium Setara Institute)
malah menduga adanya keterlibatan elit politik dibalik keberangkatan Gayus
Tambunan ke Bali. Hendardi mengasumsikan bahwa hal ini adalah konspirasi
politik tingkat tinggi yang dilakoni sejumlah elit politik.
Gayus ‘Tampar’ Aparat
Diabadikannya sesosok pria yang tengah bergumam dan serius menyaksikan
pertandingan tenis di nusa dua bali, tak pelak semakin memperkeruh suasana yang
ada. Pria yang disinyalir memiliki kesamaan fisik dengan Gayus tersebut
menimbulkan pertanyaan besar terkait status dirinya yang seorang tahanan bisa
keluar dengan bebas malang melintang menebarkan’senyuman’ mautnya. Pertanyaan
tersebut mengacu pada, dimana profesionalitas pegawai yang mengawasi tahanan ?
dalam pengakuannya, Gayus mengakui bahwa dirinya telah menyuap Kepala Rutan
Mako Brimob di daerah Jakarta dengan iming-iming ratusan juta rupiah.
Pokok permasalahan gayus yang bermula pada abu-abunya sistem perpajakan di
ditjen pajak kini semakin bias pengentasannya. Hal ini justru, semakin
mempersulit instansi terkait untuk menjerat gayus yang gaungnya disebut dimedia
disupport oleh beberapa elit politik berpengaruh di republik ini. Ical ditenggarai
menjadi otak dibalik kepergian gayus ke bali. Namun, pengusutan motif kepergian
gayus yang menyangkut dirinya (ical, red) agak sedikit tersendat,
setelah ical aktif mengadukan sejumlah media massa terkait gembar-gembor yang
selalu mencitrakan dirinya menjadi aktor dibalik kepergian gayus ke bali.
Kepergian Gayus ke Bali mengoyak-ngoyak institusi pengamanan dan pengakan hukum
di Indonesia. Institusi kepolisian kini menjadi fokus pemberitaan media terkait
kepergian gayus ke bali pada saat masih mengemban label sebagai seorang tahanan
di Rutan Mako Brimob. Keberhasilan gayus merengsek keluar dari balik jeruji
besi telah membuka mata kita bahwa beginilah sirukulasi tatanan negara kita
yang demikian matrealis dan populisnya. Semuanya bisa diatur dengan uang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar