Sumsel Post |
Telah hampir satu bulan program afiliasi kemanusiaan ini dijalankan. Tak ubahnya air laut, gelombang nurani itu pasang surut. Maklum, kegiatan berlabel aktifisme ini memang nihil materi. Akan tetapi, seiring dengan niat awalan yang bertujuan untuk membantu sesama ini, selalu kesulitan itu menuai jalan dari-Nya. Kendati harus dirong-rong dengan seabrek aktifitas pribadi yang terkadang tak kenal kompromi, namun semua itu masih dapat diatasi meskipun harus rela dengan berat hati meninggalkan kegiatan lain.
Pembentukan program gerakan peduli dimas sendiri ternyata membawa angin segar betapa misi kemanusiaan ini masih berada dalam lalu lintas rel yang linear dengan roda kereta. Disitulah sejumlah lembaga mencoba mengikatkan diri untuk menggerakkan program gerakan peduli Dimas. KSI, LPM,Walhi, Bumbata, BEM Unsri, dll bersatu.
Awal kegiatan gerakan peduli Dimas dimulai dengan pagelaran konferensi pers. Memang tak banyak insan pers yang datang pada saat konferensi pers di sekretariat Walhi berlangsung. Terhitung hanya empat wartawan dari empat media cetak/online di Sumsel yang datang pada saat konfrensi pers. Namun, perlahan publikasi media itu makin meningkat. Terbukti dengan 'diburunya' nomor ponsel saya (karena tertera pada banner program peduli dimas) oleh sejumlah wartawan yang menanyakan publikasi media menyoal kondisi Dimas.
Baru-baru ini, media cetak lokal meliput pewartaan terkait kondisi Dimas. Kendati berita yang disampaikan agak sedikit dilebih-lebihkan, namun paling tidak pers memberikan kontribusi nyata soal penyebar luasan informasi. Pasalnya, untuk meningkatkan program penyadaran massal masyarakat terhadap kondisi masyarakat diluar sana yang tersisihkan dibutuhkan peran serta media sebagai mediator informasi kepada khalayak.
0 comments:
Posting Komentar