IST |
Semakin mengerucutnya persaingan
dagang antar beberapa vendor terkenal dunia memunculkan idiom baru bahwa, kini
teknologi tengah mencapai titik kulminasi tertinggi pencapaiannya. Tak ayal,
ketika persaingan industry berujung pada gulung tikarnya perusahaan lantaran
mencoba menduplikasi penemuan teknologi vendor saingan.
Vendor kawakan asal Paman Sam dan
Negeri Ginseng menjadi buah bibir ketika, Apple.Inc menuding Samsung meniru
produk ciptaannya, I-Pad lewat Samsung Galaxy. Namun, Samsung.Inc berkilah dan
justru malah balik menuding Apple meniru spesifikasi teknologi unggulan
Samsung. Perseteruan antar kedua pabrikan besar teknologi di dunia ini dianggap
sah-sah saja. Lantaran, persaingan bisnis orang rela melakukan apapun sekalipun
itu fitnah.
Lantas, di Indonesia kasus serupa
menyemai dunia teknologi dalam negeri. Tatkala, Blackberry membumi di
Indonesia, banyak vendor-vendor telepon seluler (Ponsel) meniru desain industry,
fitur, bahkan merek vendor asal Kanada tersebut. namun, sejauh ini belum ada
indikasi RIM (Researc In Motion) menggugat vendor Ponsel medioker asal
Indonesia terkait dengan indikasi pelanggaran kekayaan intelektual RIM.
Merek, desain industri, merupakan
bagian dari reputasi industri dalam proses marketing label. Membumikan merek
dan desain indsutri menjadi demikian penting dalam membangun brand image yang ikonabel dan identik. Banyak
cara yang dapat dilakukan demi membangun brand
image produk, (i) Periklanan,(ii) Pemasaran, dan (iii) Produktifitas. Ketiganya
diharapkan mampu membangun identifikasi produk secara lebih sepsifik.
Untuk itulah, reputasi bisnis yang
tak melulu menjadi persoalan bisnis semata perlu mendapatkan perlindungan hukum
termasuk upaya hukum dalam mengatasi pelanggaran terhadap hak kekayaan
intelektual. Sebenarnya, Indonesia punya beberapa produk hukum yang menjadi
sumber hukum formil Hak atas Kekayaan Intelektual. Lebih jauh, daya hukumnya
ditenggarai jauh lebih kuat lantaran beberapa produk legislasi merupakan hasil
ratifikasi WIPO (World Intelectual
Property Organization), TRIP’s dan beberapa traktat lainnya.
Tak pelak, hal ini menimbulkan
sejumlah tanda tanya kaitannya dengan duplikasi vendor Ponsel lokal dengan
brand interlokal. Belum tersentuhnya upaya hukum dan analitisnya praktisi hukum
menyikapi persoalan demikian menjadi tanda tanya besar akan keprofesiannya. Padahal,
vendor Ponsel lokal tidak isolatif dalam memasarkan produknya. Tak ada urusan
bagi praktisi/akademisi hukum untuk tidak mengetahui persoalan yang sebenarnya
sangat urgen tersebut.
Lantaran, kekayaan intelektual
merupakan sebuah karya yang secara substantif muncul dari daya cipta, rasa dan
karsa sang empunya. Penghargaan dalam mengapresiasi karya yang sifatnya immaterial
tersebut tentu tak dapat diukur dengan uang. Dengan memberikan perlindungan
hukum lewat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah bukti komitmen
pemerintah dalam menghargai invensi saintifis.
0 comments:
Posting Komentar