Negara Kanibalistis Sosial

on Minggu, 25 Desember 2011

Google/IST
Indonesia kini dihadapi pada masalah denasionalisasi yang bermula pada dehumanisasi yang memicu pergolakan pembebesan sejumlah daerah dari NKRI. Kendati, gerakan-gerakan separatis yang muncul di berbagai daerah bukan menjadi hal baru, akan tetapi persoalan klinis yang akut akan nasionalitas setiap individu terdiagnosis rapuh.
Implikasinya, kebanyakan dari mereka mencoba mengorganisir diri dengan membentuk perkumpulan/organisasi yang mengusung satu visi yang sama. Tak ayal, Organisasi Papua Merdeka menjadi sedikit gambaran nestapa manajemen manusia Pemerintah RI. Persoalan pembangunan memicu rawannya krisis nasionalitas diwilayah perbatasan dan pelosok Bumi Pertiwi.
Sulit untuk dibayangkan, bilamana pemerintah akan menemui posisi rumit ketika menghadapi Papua dan kemudian berlangsung secara paralel di seluruh penjuru negeri. Jakarta, yang selama ini diusung sebagai tombak berbagai sektor kehidupan akan diterpa gejolak tak tertahankan yang merapuhkan ikatan erat jembatan sosial masyarakat Indonesia.
Sebelum semua mosaik cerita kayangan tersebut terwujud, akankah Jakarta ‘Bertobat’ dan sedikit berwelas asih layaknya Dewi Kwan Im dalam serial Sun Guo Kong kepada daerah-daerah penyangga stabilitas nasional?
                Belum lepas dari ingatan kita betapa pembantaian sadis yang dilakukan sejumlah oknum yang ditenggarai persoalan bisnis di Mesuji, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Polisi merilis ‘hanya’ Sembilan nyawa melayang dalam peristiwa persoalan agraria tersebut. wilayah yang dibagi oleh Sungai Sodong menjadi Kecamatan Mesuji untuk wilayah Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan untuk wilayah utara dan Kabupaten Mesuji, Lampung Timur, Lampung untuk wilayah selatan.
Google/IST
                Isu pelanggaran Hak Asasi Masyarakat (HAM) di wilayah setempat santer terdengar. Sengketa tanah antara warga dan Perusahaan perkebunan milik PT BMSA dan PT Silva memicu pergolakan yang menukik tajam. Video pembantaian dirilis di Youtube dan mendapatkan respon yang mengancam nasionalisme masyarakat. Betapa, bangsa ini disulap bak bangsa bar-bar. Ketika permasalahan  harus diselesaikan dengan cara yang represif tanpa pikir panjang. Semangat Pancasila tak lagi menjiwai nurani warga. Kanibalistiskah kita ?
                Serupa dengan peristiwa diatas, kasus Ahmadiyah yang sempat menjadi isu global turut pula mewarnai perjalanan negara ini. ketika kita tengah berada dalam kapal pecah yang tengah terombang-ambing dalam lautan lepas. Perlahan, Filsuf Thomas Hobbes yang menyatakan bahwa “Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya” menampakan kebenarannya. Ditengah kondisi yang serba sulit dan urgensi kita ‘dipaksa’ untuk tetap bertahan hidup dan berkompetisi mengalahkan yang lainnya kendati dengan strategi kotor sekalipun. Kapitaliskah kita ?
                Jurang pemisah si-kaya dan si-miskin sebagai resonansi dari stratifikasi sosial yang begitu segegatif di Indonesia duduk manis menceriterakan kelamnya bangsa ini. kendati, statistik menyebutkan bahwa Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk yang begitu seignifikan dalam rasio penduduk usia kerja, tak mampu menggiring peningkatan perilaku produktif masyarakat. Masyarakat kalangan menengah keatas digiring dalam sistem neo-liberal yang konsumtif sebagai akibat dari kebijakan perdagangan bebas yang diimplementasikan pemerintahan Indonesia. Konsumtif dan Oportuniskah kita ?

Monopoli Ekonomi Memicu Denasionalisasi
                Free trading malah bukan memicu lesunya Usaha Mikro, Kecil Menengah (UMKM) menjadi lebih bergairah.  Akan tetapi, malah menggulung tikar lepak mereka dan bahkan mematikan usaha mereka. Pemerintah terlalu asik dalam persoalan korupsi yang sebenarnya tak pernah menemui titik temu. Culaskah pemerintah ?
                Bila diakumulasikan, problematika perjalanan bangsa ini dapat dikatakan over limit. Negara ini makin dekat dengan potensi indeks negara gagal (Failed States Index). Konsumtif, kanibalistis, opurtunis, kapitalis, dan culas menjadi deskripsi bangsa ini. ekstrim ? tidak juga. Fakta dilapangan yang menyusun kesimpulan demikian. entah, harus memulai dari mana. Ketika orang justru banyak mengingatkan kepada kita bahwa delta perubahan besar itu bermuara dari perubahan kecil. Umpamanya, dimulai dari diri sendiri. namun, hal tersebut jualah yang justru menjadi boomerang ketika pribadi diri sendiri tak mampu mengontrol nasihat mengingatkan orang lain. Jamrud khatulistiwa dilanda krisis ? siapa yang memulai ? dan, siapa yang akan mengakhiri ? haruskah Tuhan mengirimkan bencana yang menimpa Kaum Nabi Luth hingga Tuhan memulai kembali dar nol kehidupan yang damai dan tenteram. Who knows ?
               
               

0 comments: