Dewasa ini, praktik Aborsi telah bergeser menjadi sebuah tindakan yang legal dalam praktik dunia kedokteran. bahkan, dengan justifikasi untuk kepentingan si-Ibu praktik yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan ini menjadi sha-sah saja asalkan dengan jawaban afirmatif seperti yang disebutkan diatas.
secara harfiah, Aborsi (Abortion) diartikan sebagai pengguguran janin. secara etimologi, Aborsi dapat diartikan sebagai upaya yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan sang ibu atas janin yang dikandungnya sebelum keluar dari rahim (Cervix) sang ibu.
Aborsi secara umum dapat diklasifikasikan dalam dua golongan sekaligus. (i) Aborsi Spontanoeus, aborsi yang satu ini diasumsikan sebagai sebuah peristiwa terhentinya kehamilan yang tidak ditenggarai atas adanya indikasi kesengajaan (dolus) dari si-Ibu. (ii) Aborsi Provocatus, aborsi dalam bentuk ini seringkali dimaknai sebagai sebuah upaya yang disengajakan baik itu terkait dengan intervensi medis dokter ataupun atas permintaan dari sang ibu.
selain itu, Krismaryanto menjelaskan lebih spesifik penggolongan aborsi. (i) Aborsi Provocatus (ii) Miscarriage (Keguguran), (iii) Aborsi Therapeutic/Afedicalis, (iv) Aborsi Eugenetik, (v) Aboris langsung-Aborsi tak langsung, (vi) Selective Abortion, (vii) Partial Birth Abortion.
Dalam kitab undang-undang hukum pidana Indonesia (KUHP), pengaturan mengenai masalah aborsi diatur mulai dari rentang pasal 384, 385, 386, 387, 388 dan 389. Secara umum, KUHP Indonesia melarang praktik aborsi di Indonesia. hal tersebut dibuktikan dengan norma plus sanksi yang tegas berupa pidana penjara bagi dader (pelaku utama) yang melakukan praktik aborsi. selain itu, orang yang turut membantu berjalannya praktik aborsi pun dapat dikenai hukuman bilamana terbukti dalam pembuktian pembantu pelaku (mededader) membantu melakukan praktik aborsi.
namun, dalam Pasal 15 UU No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan malah mensiratkan aspek legalisasi praktik aborsi di Indonesia. dengan catatan, praktik penyelenggaraan aborsi didasari atas indikasi medis yang bertujuan untuk menyelematkan jiwa si-ibu. berdasarkan asas perundang-undangan lex specialis derogate lex generalis, maka pengaturan terkait dengan aborsi dalam KUHP terpaksa dikesampingkan dengan regulasi yang baru yang lebih sosiologis.
namun demikian, dalam pandangan dunia barat. terjadi perdebatan panjang mengenai praktik aborsi diimplementasikan di negara masing-masing. Peru, sebuah negara yang terletak di Amerika Selatan adalah satu dari sekian banyak negara yang menghalalkan praktik aborsi. tentu, dengan dalil dan teori argumentatif yang dikembangkan pakar hukum dan kedokteran yang memerhatikan aspek-aspek penunjang sebuah rumusan kebijakan, berupa landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. di negara-negara dengan latar belakang Islami, langkah konservatisme masih dijunjung tinggi lantaran bertentangan dengan norma dan kaedah agama Islam yang melarang membunuh sesama.
hal ini sejalan dengan praktik politik kenegaraan yang dilakukan di Amerika Serikat. ketika Al Gore dan G.W Bush terlibat dalam persaingan perebutan kursi nomor satu negeri Adikuasa, AS. keduanya mengusung tema politik yang bertujuan untuk mendapat simpati rakyat. kendati praktik ini lebih bernuansa politis ketimbang sosiologis, maka dari itu cukup dimaknai secara positif saja. Al Gore dengan jargon Pro Change-nya mengutarakan betapa sang ibu berhak memilih mengenai masa depan janin yang dikandungnya. akan tetapi, George W Bush berdalih dan mengemukakan pendapat politiknya yang terkenal dengans sebutan Pro Life, langkah ini sebagai antisipasi terjadinya pelanggaran HAM yang tidak boleh direstriksi.
dalam DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia), hak untuk hidup (right to life) merupakan kategori dari konsep non-Derogable HAM yang tidak boleh direstriksi (dibatasi) dalam keadaan urgensi (mendesak) sekalipun.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar