Bung Karno pernah mengungkapkan dengan pameo terkenal seantero
negeri dengan sebutan "Jas Merah", "Jangan Sekali-kali
Melupakan Sejarah". ungkapan secara verbal yang dilontarkan oleh founding
father bangsa ini secara tersirat terkandung makna bahwa Sejarah adalah
bagian penting dalam kehiudpan manusia. dengan adanya sejarah, pigura dunia
dengan lukisan abstrak didalamnya menjadi lebih berwarna dan sedap dipandang
mata. menyejukkan kalbu dan menghantarkan ketenangan jiwa.
namun, pelik rasanya bila mengkondisikan titah
sepeninggal sejarah di Indonesia. hegemoni Belanda yang menjajah nusantara
selama hampir 350 tahun lamanya, meninggalkan peradaban besar dan maha karya
luar biasa. mulai dari sistem pendidikan, sistem hukum, sampai bangunan
artistik khas Eropa yang kental dengan ornamen Indah nan menawan.
sayangnya, warisan besar dari bangsa Belanda itu tak
serta merta membuat Indonesia semakin kaya. sstem hukum yang notabene merupakan
warisan besar kerajaan Belanda yang memberlakukan asas konkordansi sistem hukum
Belanda di Indonesia (dulu Hindia Belanda) tak dinyana malah membuat sistem
hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini corat-marut. penafsiran pasal demi
pasal yang asal-asalan, penyusunan bab per bab undang-undang yang kurang peka
dengan realitas sosial membuat banyak produk hasil legislasi nasional menjadi
SPAM bagi masyarakatnya sendiri. seperti halnya dengan UU Ketenagakerjaan (No.
13 tahun 2003), UU Pertanian dsb.
lalu, keberadaan bangunan-bangunan klasik khas Belanda
yang artistik turut pula menjadi korban ketidak pedulian bangsa ini akan
sejarah panjang yang dialami bangsa ini pada masa lampau. kebanyakan dari
gedung-gedung tua tersebut adalah warisan sejarah yang telah usang.
Sebagai contoh kecil, keberadaan gedung-gedung tua
arsitektur Belanda di wilayah Tangga Buntung, dekat landmark-nya kota
Palembang, Jembatan Ampera. gedung-gedung tua yang artistik tersebut sungguh
miris untuk diungkapkan dengan kata-kata. padahal, didalamnya tersimpan pesona
budaya akan peradaban masa lampai yang begitu membahana. namun, pada
kenyataannya. keberadaan gedung-gedung tua tersebut banyak yang menjadi tempat
tinggal (maaf) gelandangan ataupun menjadi saksi bisu kemegahan bangunan Ampera
yang terawat dengan laik dan menarik. tak pelak, seolah saya menangkap
kegalauan gedung-gedung tua tersebut dengan tangisan dan kegundahan bahwa
'mereka pun ingin hidup'.
tak ayal, sempat terlintas dalam benak pikiran. bila
gedung-gedung tua tersebut bisa bicara, saya yakin mereka akan berdemonstrasi
menuntut persamaan hak dengan keberadaan gedung-gedung baru yang lebih
futuristik. kesenjangan lapisan sosial masyarakat Indonesia turut pula
mempengaruhi kesenjangan bangunan-bangunan yang menjadi tempat tinggal
peradaban manusia. kebanyakan dari kita, malah mengagung-agungkan bangunan
modern nan futuristik yang minim gas buang atau bahkan berbentuk aero dinamis
dan tahan gempa. padahal, bangunan-bangunan klasik yang artistik tersebut
justru malah memberikan warna cerah dalam lukisan abstrak peradaban manusia.
terang saja, keberadaanya yang tinggal dimakan zaman, membuat dirinya
seharusnya menjad warna putih ditengah hitam pekat lukisan abstrak peradaban
dunia. namun, apa daya. pecnta budaya tak punya daya untuk menghidupkan kembali
bangunan klasik yang berdiri di kota Palembang.harapannya kedepan, bangsa ini
lebih apresiatif terhadap warisan besar bangsanya. dan untuk kembali mengingatkan
kita semua bahwa sejarah adalah bagian indah dalam kehidupan manusia. katakan 'JAS
MERAH'.
0 comments:
Posting Komentar